Merajut Makna Ekonomi Islam

Ekonomi-syariah➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

📝 NOTULENSI KAJIAN MADRASAH IQTISHODIYAH

📆  Sabtu, 13 Oktober 2018

🗂TEMA: Merajut Makna Ekonomi Islam

🧕🏻 Oleh ustadzah Maesya’bani

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Diawali dengan pertanyaan

 

“Perlukah membangun ekonomi dengan perspektif islam?”

Bukan perlu lagi tuan guru, tapi wajib menurut saya

Waah satu tingkat lebih atas nih kalo wajib

خير

Sudah tak asing di telinga kita mengenai sistem ekonomi yang diterapkan di berbagai belahan dunia. Diantaranya adalah sistem ekonomi sosialis, kapitalis dan sistem ekonomi Islam atau Syariah. Masing-masing sistem memiliki kekurangan terkecuali ekonomi Islam. Mengapa begitu? Mari kita bahas satu persatu

Dalam ekonomi kapitalis berprinsip pada survival of the fittest, sebuah prinsip yang bermakna tidak apa membahayakan orang lain asalkan diri sendiri selamat. Tidak apa mengambil ‘kambing’ satu-satunya milik orang lain, meskipun kambingnya sendiri sudah 99 ekor. Tidak diragukan lagi bahwa ekonomi kapitalis telah gagal dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan yang didamba semua orang

Lain hal nya dengan ekonomi sosialis yang mengedepankan kesamarataan. Sepintas terlihat sistem ini adil dalam mensejahterakan masyarakat. Namun definisi adil yang sebenarnya adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya dan bukan berarti memukul rata hingga semua jadi setara. Sistem ini tidak memberi kebebasan individu untuk berinovasi dan mengembangkan diri. Karena segala hal telah terpusat dan semua mendapat porsi yang sama.

Melihat kegagalan dua sistem ekonomi diatas atau bisa kita sebut ekonomi konvensional, ini menjadikan sistem Ekonomi Islam berpotensi untuk mengisi celah tersebut. Hal ini sekaligus menjawab pertanyaan dalam sub judul di atas. Bahwa dalam menjalani kehidupan, ekonomi dengan perspektif Islam sangat diperlukan

Hal ini dikarenakan Indonesia adalah negara mayoritas muslim dan masyarakatnya sangat terikat dengan Islam. Lebih dari itu, Ekonomi Islam tidak hanya menguntungkan umat muslim tapi seluruh umat manusia. Keuntungan yang ditawarkan ekonomi kapitalis hanya semata-mata meningkatkan kekayaan sang penguasa atau pemilik modal. Sedangkan dalam Ekonomi Islam, individu diperbolehkan menambah kekayaan dengan catatan ada hak orang lain dalam setiap hartanya yang harus ditunaikan. Berbeda pula dengan ekonomi sosialis yang mengekang kebebasan individu, Ekonomi Islam membolehkan setiap individu untuk selalu berinovasi untuk mengembangkan potensi diri namun tidak melupakan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan syariat.

Dengan demikian Ekonomi Islam memiliki potensi besar untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Karena cakupannya tidak hanya sebatas variabel ekonomi, tapi juga mencakup kehidupan politik, sosial bahkan sejarah. Ekonomi Islam bukan lahir setelah gagal nya ekonomi konvensional. Sistem Ekonomi Islam sudah ada sejak Islam itu ada dan kemudian dikembangkan oleh Ibnu Khaldun atau yang sering kita kenal dengan sebutan Bapak Ekonomi Islam.

Sekarang kita mulai *memaknai kata ekonomi Islam*

Islam adalah agama yang menyeluruh (syumuliyah). Segala aspek kehidupan telah diatur sedemikian indahnya agar hidup lebih terarah. Sesuai dengan Al-Qur’an surat an-Nahl ayat 89 “Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. Kedudukan Ekonomi dalam Islam terletak di bawah naungan syariah. Faktanya bahwa kehidupan ini terbagi menjadi dua macam interaksi; dengan pencipta (ibadah) dan dengan sesama (muamalah). Dalam muamalah atau kehidupan berekonomi banyak aspek yang tercantum di dalamnya, termasuk hukum, ekonomi/finansial dan politik. Berdasarkan ini, maka tidak boleh kita mempelajari ekonomi Islam secara berdiri sendiri yang terpisah dari aqidah Islam dan syariahnya, karena sistem ekonomi Islam bagian dari syariah Islam. Dengan demikian ia terkait secara mendasar dengan aqidah.

Secara umum, Ekonomi Islam adalah ilmu yang mempelajari usaha manusia untuk mengalokasikan dan mengelola sumber daya untuk mencapai falah berdasarkan pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai Al-Qur’an dan Sunah. Dalam pembahasan mikro Ekonomi Islam, segala pembahasan yang ditunjukkan untuk melakukan explanation dan prediction didasarkan pada teori. Dalam pembentukan teori, hukum-hukum dasar ekonomi murni (tidak mengandung filosofi tertentu) tetap digunakan sepanjang hukum dasar yang tidak bertentangan dengan hukum syariah. Misal teori pelaku industri, dimulai dari sebuah asumsi yang cukup sederhana, yaitu sebuah industri melaksanakan operasinya bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan dengan cara yang halal. Dengan asumsi tersebut teori dapat digunakan untuk menerangkan bagaimana industri tersebut memilih dan menentukan komposisi tenaga kerja, modal, barang pendukung produksi dan penentuan jumlah output

Sampai saat ini terdapat tiga mazhab pemikiran ekonom-ekonom muslim kontemporer yaitu;

1. Mazhab Baqir Ash-Sadr

Mazhab ini dipelopori oleh Baqir As-Sadr dengan bukunya Iqtishaduna. Mazhab ini berpendapat bahwa ilmu Ekonomi Islam tidak bisa sejalan dengan Islam. Ekonomi tetap ekonomi dan Islam tetap Islam. Keduanya tidak dapat disatukan karena berasal dari filosofi yang kontradiktif. Menurut ilmu ekonomi, masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan manusia yang tidak terbatas sementara sumber daya terbatas. Hal ini bertolak belakang dengan dalil QS Al Qamar ayat 49 “Sungguh Kami telah ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya”.

Mazhab Baqir As-Sadr berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya distribusi yang tidak merata. Bukan karena sumber daya yang tebatas tetapi karena keserakahan manusia yang tidak terbatas. Oleh karena itu istilah ekonomi islam diganti dengan kata iqtishad yang berarti ekuilibrium. Sejalan dengan itu, maka semua teori yang dikembangkan ekonomi konvensional ditolak dan dibuang. Kemudian mazhab ini berusaha menyusun teori baru dalam ekonomi yang langsung digali dari Al-Qur’an dan Sunnah.

Tokoh-tokoh mazhab ini selain Muhammad Baqir As-Sadr adalah Abbas Mirakhor, Baqir Al-Hasani, Kadim As-Sadr Iraj Toutounchian, Hedayati dan lain-lain

2. Mazhab Mainstream

Mazhab mainstream berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul karena sumber daya yang terbatas kemudian dihadapkan dengan keinginan manusia yang tidak terbatas. Bukti adanya kelangkaan merujuk pada Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 155 “Dan sungguh Kami uji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira bagi orang yang sabar”.

Mazhab ini berpendapat bahwa usaha mengembangkan ekonomi Islam bukan berarti memusnahkan semua hasil analisis dari ekonomi konvensional. Mengambil hal-hal yang baik dan bermanfaat yang dihasilkan oleh bangsa non Islam sama sekali tidak diharamkan. Tokoh mazhab ini antara lain; Umer Chapra, M.A Mannan, Nejatullah Siddiqi dan lain-lain.

3….. Jeng jeng🍃

 

Mazhab Alternatif Kritis

Mazhab ini adalah sebuah mazhab yang kritis. Mereka berpendapat bahwa Islam pasti benar tapi ekonomi Islam belum tentu benar karena ekonom Islam adalah hasil tafsiran manusia atas Al-Qur’an dan Sunnah sedangkan nilai keberanannya tidak mutlak. Proposisi dan teori ekonomi Islam harus selalu diuji kebenarannya sebagaimana yang dilakukan terhadap ekonomi konvensional.

Tokoh mazhab ini adalah Timur Kuran, Jomo, Muhammad Arif dan lain-lain.

Oke next ke prinsip umum dan nilai universal dalam ekonomi Islam

 

Bukan hanya manusia aja yaa yg punya prinsip, ternyata ekonomi juga looo

Walaupun pemikiran ekonom kontemporer terbagi kedalam tiga mazhab tersebut, namun pada hakikatnya ekonomi Islam memiliki prinsip umum yang mendasarinya. Prinsip umum dapat digambarkan sebagai pilar dari ekonomi Islam itu sendiri. Ketiga pilar ini adalah multitype ownership, freedom to act dan social justice. Sebuah bangunan akan kokoh jika pondasi dibawahnya kuat. Ekonomi Islam memiliki lima nilai universal sebagai pondasi dari bangunan ini yaitu tauhid, adl, nubuwwah, khilafah dan ma’ad.

Di atas semua nilai dan prinsip umum, dibangunlah konsep yang memayungi semuanya, yakni konsep akhlak. Akhlak menempati posisi tertinggi karena inilah yang menjadi puncak tujuan dakwah para Nabi, yakni untuk menyempurnakan akhlak manusia. Akhlak inilah yang menjadi panduan para pelaku ekonomi dan bisnis dalam melakukan aktivitasnya.

Al haqqu min rabbika wa laa takun minal mumtariin🍃

Yuk perdalam bersama

Tinggalkan komentar